Senin, 03 November 2008

Pernikahan Sekufu

Mungkin sekali di antara kita yang masih bertanya-tanya apakah pernikahan yang ideal itu sama dengan pernikahan sekufu. Dalam segi bahasa, kufu yang dimaksud adalah kafa'ah yang artinya kurang lebih adalah setaraf, sederajat atau sebanding.

Tidak bisa dipungkiri kriteria yang setaraf, sederajat atau sebanding menjadi salah satu faktor kebahagiaan hidup berumah tangga, meski sifatnya tidak mutlak. Karena sebuah pernikahan adalah bukan saja penyatuan atas seorang pria dan wanita, melainkan lebih dari itu, adalah sebuah ritual suci yang juga menyatukan dua buah keluarga besar dari kedua mempelai. Sehingga suatu kebahagiaan dan ketentraman di dalam pernikahan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan interaksi dari kedua belah keluarga besar tersebut.

Timbul pertanyaan yang sangat menggelitik kita, "Kalau Allah telah menetapkan jodoh bagi masing-masing kita semua, lantas mengapa kita mesti mencari sendiri jodoh itu - dengan yang sekufu, antara laian?"

Nyatalah bahwasanya jodoh kita - bagi orang-orang Mukmin yang bakal menempati Jannah (Taman Kenikmanatan) - adanya kelak di akhirat!

Lantas, jodoh di dunia bagaimana?

Tidak ditetapkan-Nya jodoh kita di dunia ini, melainkan sebagai "Pasangan" - makanya laki-laki diperbolehkan menikahi perempuan dengan dua-dua (dua kali dua), tiga-tiga (tiga kali tiga), empat-empat (empat kali empat), empat ditambah sembilan ditambah enam belas sama dengan dua puluh sembilan!

Salah di dalam memilih pasangan, maka dapat berpisah, dapat bercerai, tetapi tidak dengan jodoh kelak - yang disebut dengan "Bidadari dan Bidadara" (beda dari..... ya semua yang ada di dunia ini). Sudah pasti "Sejodoh", sebab Allah SWT sendiri yang menetapkannya bagi Mukmin - Semoga kita semua digolongkan Allah SWT ke golongan Mukmin itu!

Dari beberapa kriteria pernikahan sekufu, maka dapat diringkas sebab dan akibat sekufu antara lain sebagai berikut :

1. Memiliki Kualitas Akhlak yang Sama

"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (jannah)." (QS An Nur, 24 : 26)

Ayat ini menegaskan bantahan terhadap kaum munafik yang telah menuduh Siti Aisyah r.a. telah berzina. Ayat ini juga menegaskan bahwa wanita-wanita yang baik akhlaknya hanya pantas untuk laki-laki yang akhlaknya baik-baik pula.

Artinya seseorang akan mendapatkan pasangan - dengan izin Allah - dengan seorang yang mempunyai kualitas akhlak yang sama. Inilah sekufu dalam sudut pandang akhlaknya. Namun demikian, yang bias mengukur atas kadar kualitas akhlak seseorang bukanlah manusia, tetapi Allah SWT. Manusia hanyalah mengetahuinya dari ciri-ciri seseorang dan perbuatannya.

Di dalam kenyataan, seseorang akan dipertemukan pasangannya dengan seseorang di tempat di mana mereka lebih banyak berada. Sebagai contoh, seorang yang aktif di dalam sebuah majelis ilmu, kemungkinan untuk mendapatkan pasangan yang juga aktif di dalam sebuah majelis ilmu cukup besar. Atau sebaliknya, seorang yang sering berkunjung ke sebuah bar atau tempat-tempat hiburan malam, maka peluang untuk mendapatkan pasangan di tempat tersebut juga cukup besar.

Maka dari itu, untuk mendapatkan pasangan seorang yang baik-baik, sebaiknya dalam menjemput pasangan kita lakukan di tempat-tempat yang baik pula dan lebih mengintensifkan waktu kita di tempat yang Allah SWT ridlai. Dalam mendapatkan pasangan, seseorang lebih cenderung memilih orang yang baik -baik, meski dirinya bukanlah orang yang baik-baik - itulah yang dinamakan suara nurani, yaitu suatu bisikan atau intuisi yang dibimbing atas dasar wahyu - sadar atau tidak! Untuk itu diperlukan cermin, sehingga seseorang dapat menginstrospeksi terhadap dirinya sendiri, sejauh mana kualitas dirinya.

Dalam masalah sekufu atas akhlak, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita apabila datang seorang laki-laki yang akhlaknya baik melamar ke seorang wanita, maka hendaknya diterima.

"Dari Abu Hatim al Muzani, Rasulullah SAW bersabda, "Jika datang kepadamu laki-laki yang agamanya dan akhlaknya kamu sukai, kawinkanlah ia. Jika kamu tidak berbuat demikian, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang hebat di atas permukaan bumi," Sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana kalau ia sudah beristri?" Rasulullah menjawab, "Jika datang kepadamu laki-laki yang agamanya dan akhlaknya kamu sukai, kawinkanlah ia," sampai tiga kali." (HR at Tirmidzi).

2. Sebagai Ujian dari Allah SWT

Meskipun sebagian orang mendapatkan pasangan sesuai dengan kualitas akhlaknya, namun demikian ada sebagian orang lagi yang mendapatkan pasangan tidak sepadan kualitas akhlaknya. Ini terjadi pada diri Siti Asiyah dengan Fir'aun, Nabi Nuh as dengan istrinya, Nabi Luth as dengan istrinya, Khaulah binti Tsa' labah dengan Aus bin Samit, demikian beberapa contoh yang telah Allah tunjukkan kepada kita semua, agar dapat menjadi i'tibar.

Dari semua pernikahan tersebut, masing-masing dilatarbelakangi oleh peristiwa yang berbeda, yang lebih utama dari itu adalah masing-masing pernikahan tersebut memberikan hikmah yang begitu dalam. Kisah pernikahan Siti Asiyah dengan Fir'aun menunjukkan bukti kesetiaan seorang istri terhadap suaminya yang kafir, tetapi pada saat Siti Asiyah dihadapkan kepada pilihan, lebih setia kepada siapa antara kepada suaminya atau kepada Allah SWT, maka tak segan-segan ia memilih kesetiannya kepada Allah SWT.

Kisah Nabi Nuh as dan Nabi Luth as dengan istri-istrinya menunjukkan penerapan hukum dari Allah SWT tidak pandang bulu. Tidak ada keistimewaan antara istri nabi dengan yang lainnya. Siapa saja yang bersalah dan menentang hukum-hukum Allah SWT pasti akan diadili. Dan bagi seorang nabi pun tidak dapat memohonkan ampunan kepada istrinya yang durhaka kepada Allah SWT.

Demikian juga dengan kisah pernikahan antara Khaulah binti Tsa'labah dengan Aus bin Shamit. Kisahnya memberikan hikmah yang begitu dalam hingga melatarbelakangi turunnya ayat di Al Qur-an. Dikisahkan, bahwa Khaulah binti Tsa'labah seorang muslimah yang taat dengan usia yang terpaut cukup jauh dengan Aus bin Samit. Namun demikian Rasulullah saw menjodohkan mereka dengan tujuan agar Aus bin Samit yang mempunyai perangai yang buruk dapat mengikuti keshalihan istrinya. Dan pada suatu ketika Aus bin Samit mengatakan kepada Khaulah binti Tsa'labah kalau dia sama seperti ibunya. Dan ketika Aus bin Samit berkeinginan untuk berhubungan intim, Khaulah binti Tsa 'labah menolaknya. Ia minta kepada suaminya untuk menarik kembali ucapannya, namun ditolak, hingga Aus bin Shamit marah besar. Akhirnya Khaulah binti Tsa'labah mengadu kepada Rasulullah SAW. Dan Allah SWT menurunkan firman-Nya.

"Sesungguhnya Allah Telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha melihat." (QS Al Mujadilah, 58 : 1).

"Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."
(QS Al Mujadilah, 58 : 2).

"Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS Al Mujadilah, 58 : 3).

"Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih."
(QS Al Mujadilah, 58 : 4).

Dan akhirnya Aus bin Shamit dapat merubah perangai buruknya. Kehidupan mereka pun menjadi semakin harmonis, karena telah lulusnya ujian dari Allah SWT. Sungguh sangat beruntung apabila seorang mukmin dapat mengambil hikmah dan selalu sabar atas ujian di dalam pernikahannya.

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS An Nisa'. 4 : 19).

3. Pernikahan Karena Perintah Allah SWT Langsung

Sebab akibat pernikahan juga dapat terjadi karena benar-benar perintah dari Allah SWT secara langsung. Seperti perintah Allah SWT kepada Rasulullah saw untuk menikahi Ummahatul Mukminin Zainab binti Jahsy r.a.

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata." (QS Al Ahzab, 33 : 36).

"Dan (ingatlah), ketika kamu Berkata kepada orang yang Allah Telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) Telah memberi nikmat kepadanya, "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid Telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu Telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi."
(QS Al Ahzab, 33 : 37).

Kisah pernikahan tersebut sering dijadikan bahan untuk kaum orientalis untuk mencari-cari kelemahan Rasulullah saw. Padahal perintah untuk menikahi Zainab binti Jahsy ini sebagaimana di ayat tersebut adalah dengan maksud supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk menikahi mantan istri-istri dari anak-anak angkat mereka yang sudah dicerai. Dan dengan pernikahan tersebut dapat menguatkan perintah agar seseorang tidak memberikan nasab nama anak angkatnya dengan ayah angkatnya sendiri, karena status anak angkat itu hanya seperti layaknya saudara saja.

"Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar)." (QS Al Ahzab, 33 : 4).

"Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu (mantan budak yan sudah bebas) dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(QS Al Ahzab, 33 : 5).

Itulah beberapa kisah sebab akibat pernikahan yang menunjukkan hikmah besar di baliknya dan menunjukkan betapa besarnya kekuasaan Allah SWT serta agar firman-firman-Nya dapat dimengerti dengan jelas oleh hamba-hamba-Nya. Sehingga pengertian sekufu mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda. Karena hanya Allah lah yang tahu, seseorang akan berjodoh dengan siapa. Entah
apakah jodohnya itu adalah disebabkan adanya persamaan/setaraf kualitas akhlaknya ataukah jodonya tersebut sebagai ujian baginya agar menjadi lebih dekat kepada Allah dan dapat menjadikan jodohnya untuk turut serta taat dengan hukum-hukum Allah SWT.

Yang pasti di dalam sebuah pernikahan, seorang mukmin diperintahkan untuk menjaga keluarganya dari kesesatan di dunia yang menjerumuskan keluarganya ke neraka, sehingga sebuah pernikahan yang ideal dapat kita nikmati bersama-sama dengan pasangan kita masing-masing.

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS At Tahrim, 66 : 6).



Tidak ada komentar: