KELABU
Qanita Nabil Dina
Di ketinggian
bak mercusuar, di bawah naungan langit nan gelap. Dia berdiri di perbatasan
antara hening jiwa dan riuh kota. Dia suka memandang ribuan lilin kota yang
menyalakan panggung malam yang megah. Dari ketinggian itulah dia dapat
menemukan kedamaian yang asing namun begitu akrab.
Dia
menyalakan bara api kecil, membiarkan asapnya berbaur dengan angin malam.
Setiap tarikannya menciptakan jejak uap yang hilang ditelan pekatnya langit. Dia
terhanyut dalam dialognya bersama bara api kecil itu. Asapnya mengepul
perlahan, mengukir kata demi kata dalam malam. Namun, sebuah tangan dingin
merampas cahaya dari jemarinya. Sunyi seketika pecah oleh kejutan. Pemilik
tangan dingin itu menginjak bara api kecil yang baru saja dirampasnya hingga
tak tersisa. Pemilik tangan dingin itu menatapnya dalam. Bukan dengan marah,
melainkan duka.
"Bukankah
sudah saya peringatkan, Nona Moza?" tanya pemilik tangan dingin itu
kepadanya yang masih membeku di tempatnya. Lalu pemilik tangan dingin itu
melanjutkan ucapannya, "Kamu adalah bunga yang tak selayaknya layu oleh
asap, sebuah mahakarya yang tak pantas diselimuti oleh kabut. Biarkan napasmu
murni, bukan dicuri oleh kesenangan yang hanya sesaat."
Belum sempat
Moza mengeluarkan suara, pemilik tangan dingin itu kembali berucap, "Asap
itu hanya kabut penipu, dia tidak akan pernah mampu memadamkan api kelelahan
yang membakar jiwamu. Burnout itu, adalah jeritan hati, bukan dahaga nikotin.
Kamu harus menghadapinya dengan istirahat, bukan dengan kesenangan
sesaat."
Tidak ada
sepatah kata pun yang ke luar dari mulut Moza. Dia diam membeku, tidak ada
protes yang tersampaikan.
"Abang
tahu penyakit itu bukan hanya sekedar rasa sakit, dia juga pencuri warna, dia
merampas merah dari semangatmu dan biru dari langit harapan. Sehingga,
menjadikan hari-harimu seperti kanvas yang hanya dibasahi kelabu. Itu yang kamu
rasakan bukan? Tak tentu arah dan semuanya serba salah," ucap sang kakak
berusaha meringankan beratnya atmosfer yang tercipta di antara keduanya.
"Moza
bingung dan tidak menemukan cara untuk mengatasinya. Isi kepala Moza sangat
berisik. Hal itu membuat Moza terisik. Jadi, Moza memilih opsi itu untuk
mencari ketenangan," ucap Moza yang akhirnya buka suara.
Sang kakak
lalu memegang kedua pundak adiknya dengan pandangan yang mencoba meyakinkannya.
Kemudian dia berkata, "Cara mengusir kabut kelabu itu bukanlah dengan api
yang menyesatkan. Yang kamu butuhkan bukan jeda yang beracun. Melainkan sunyi
yang menyembuhkan. Pahamilah, mana yang harus kamu genggam erat dan mana yang
harus kamu biarkan pergi. Dan ingatlah, kamu tidak sendiri."
Moza langsung
menghambur ke dalam pelukan sang kakak. Seraya berkata, "Terima kasih atas
segala kekhawatiran ini. Moza janji: akan berusaha untuk sembuh."
Referensi :
Alodokter. 2024. Ciri-ciri Burnout dan Cara Mengatasinya. https://www.alodokter.com. Diakses 18 September 2025.
Universitas Esa Unggul. 2025. Burnout pada Mahasiswa: Tanda Bahaya
yang Sering Terabaikan. https://www.esaunggul.ac.id. Diakses 18 September
2025.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar